Selasa, 13 Juli 2010

PEMBIAYAAN PENDIDIKAN

hari ini rabu 14 Juli 2010, merupakan hari ketiga memasuki tahun pembelajaran baru di semua intistusi pendidikan, khususnya bagi peserta didik yang sedang mengikuti pendidikan pada jenjang pendidikan dasar dan menengah, disetiap tahun pembelajaran baru akan selalu dihadapkan dengan berbagai masalah dan pilihan mendasar bagi orangtua murid karena sebagai orangtua sudah pasti menginginkan anaknya dapat mengikuti pendidikan di institusi pendidikan yang memiliki kualitas standar baik secara kuantitatif maupun secara kualitatif, dimana setiap pilihan akan selalu menimbulkan berbagai konskwensi-konskwensi tertentu seperti: syarat masuk, biaya yang harus disediakan dll

Dari pilihan tersebut, orangtua terlebih dahulu dihadapkan kepada tahap awal yaitu pada tahun 2010 ini di kota saya tinggal .... atau mungkin berlaku secara nasional, ternyata calon siswa baru harus mengikuti ujian tertulis masuk sekolah ( baik janjan dasar apalagi jenajng menengah ), persoalannya bukan terletak pada ujian tulisnya, akan tetapi yang perlu dipertanyakan jenajng SMP itu adalah pendidikan dasar ( ini artinya wajib bagi semua penduduk negeri ini karna pendidikan jenjang ini adalah masuk lingkup wajar Dikdas 9 tahun ) sedangkan untuk masuk SMA sederajat mungkin masih bisa ditoleransi.

Implikasi apa yang ingin diambil oleh pemerintah dan pengelola satuan pendidikan dasar dan menengah dengan memberlakukan ujian tertulis masuk sekolah ?, Mungkin jawaban pertama untuk menyaring mutu, apa ia mutu dapat dibangun dari ujian masuk sekolah, saya setuju kalau itu berbicara mutu, tapi bagaimana dengan proses ujiannya : ( kualitas soal, objetivitas kelulusan hasil test ), maaf bukannya saya meragukan kinerja pengelola ujian masuk sekolah dan pengelola serta peran pemerintah, sebab belum kering bibir ini atas berbagai keraguan dan implikasi bagi masyarakat yang ingin menggunakan berbagai cara agar bisa masuk atau lulus, kondisi ini harus diantisipasi oleh pejabat yang berwenang agar standar kualitas bagi anak misikin tidak dilindas.

Nah itulah imp-likasi yang sangat membuat hati orang tua ketar ketir dengan berbagai anggapan dan asumsi, kecurigaan dll, selanjutnya setelah lulus ujian masuk, orangb tua kembali ketar ketir dan teperangah dengan besarnya beban biaya yang harus dibayar kepada sekolah, padahal gerutu orang tua katanya pendidikan gratis ?!!!, sebagai nilustrasi untuk masuk SMA di Kota saya ... menurut orang tua murid: mereka harus membayar sebesar dengan rentang antara Rp 3.500.000 - 4.500.000,- dengan rincian global berupa untuk pakaian seragam, uang pangkal dan SPP, saya memahami atas nominal uang tersebut, akan tetapi apakah sudah dihitung seefektif mungkin, dan apakah yang namanya pakaian seragam tidak lebih baik dilepas saja yaitu : sekolah cukup memberikan Contoh bahan, contoh warna, dan contoh model, karena dipasaran sudah banyak tersedia pakaian seragam untuk SD, SMP dan SMA atau tinggal dipsesan, dengan menyerahkan semua pakaian seragam kepada orang tua maka tidak perlu menyediakan uang sebesar itu, hal ini akan menimbulkan kesan bagi masyarakat berupa pendidikan murah.

Karena diyakini akan lebih muruh apabila orang tua beli sendiri, kesan kedua sudah tidak tepat lagi apabila sekolah/ guru-guru ( walau sekarang melalui koperasi ) inikan hanya akal-akalan semata, ko mengusi pakaian seragam, ngusrusi peroses pendidikan yang berkualitas saja sudah puntang panting, apalagi ditambah dengan hal-hal yang sifatnya non akademis, sangat tidak terpuji, ( jangan pernah ada keraguan orangtua seenaknya membeli atau takut tidak samalah, ah ini kan alasan yang tidak mmasuk akal ), ingat padahal tujuan utama pakaian seragam adalah untuk mencerminkan kesetaraan dan kesejajaran bagi semua siswa tanpa membeni baiaya tinggi. ... SEKOLAH TIDAK BOLEH MEMBELI PAKAIAN SERAGAM, KARENA AKAN MENAMBAH PENGELUARAN ORANG TUA.

PENDIDIKAN GRATIS...
setiap kampanye pada pemilu apapun dan untuk memilih kepala apanamanya pemilu tersebut selalu saja para calon melontarkan pendidikan gratis, mungkin yang dimaksud para calon pendidikan gratis tersebut yang berupa atau bersumber dari BOS, wah kalau ini yang jadi landasan maka sampai kiamat pendidikan tidak akan pernaha mengalami gratis. mari kita hayati UU Sistem pendidikan Nasional No. 20 / 2003 pasal 34 ( 2 ): berbunyi " Pemerintah dan pemerintah daerah menjamin terselenggaranya wajib belajar pada jenjang pendidikan dasar ( SD dan SMP) tanpa memungut biaya." , kenyataan tidak seperti bunyi pasal ini. Selanjutnya mari kita hayati juga yang termaktub dalam PP No 19 / 2005: tentang Standar Nasional Pendidikan, pasal 62 ( 1 ) " pembiayaan pendidikan terdiri atas biaya investasi, biaya operasi, dan biaya personal ", untuk biaya investasi dan operasi tidak sulit untuk dipahami, dan seharusnya pemerinyhlah yang bertanggung jawab penuh apalagi pada jenjang wajar dikdas 9 tahun, sedangkan pada pasal 62 ( 3 ) yang dimaksud biaya personal adalah meliputi : " biaya pendidikan yang harus dikeluarkan oleh peserta didik untuk bisa mengikuti proses pembelajaran secara teratur dan berkelnjutan". Pasal ini kontradiktif dengan pasal 34 ( 2 ) UU.SPN No. 20 / 2003,

Dari kajian terhadap berbagai pasal ini, dapat ditafsirkan bahwa -pendidikan gratis hanya sebatas semboyan apalagi kalau nlebih jauh dihitung dengan teliti kedua unsur / katagori baiaya pendidikan langsung dan biaya tidak langsung: yang mana yang akan digratiskan oleh pemerintah, biaya langsung saja belum bisa gratis apalagi biaya tidak langsung yang kebutuhannya jauh lebih besar dibandingkan dengan forsi biaya langsung yang dibebankan kepada siswa, atas dasar inilah kiranya pemerintah dan pemerintah daerah harus hati-hati dengan sebutan pendidikan gratis, dan harus menghitung betul aspek apasaja yang bisa digratiskan, serta lakukan pendekatan kepada masyarakat bahawa sesuai UU.SPN No. 20 / 2003 pasal 46 ( 1 ), berbunyi: " Pendanaan pendidikan menjandi tanggung jawab bersama antara pemerintah, Pemerintah Daerah, dan Masyarakat ". yang perlu diperjelas adalah peran masyarakat, yaitu menyangkut masyarakat mana dan siapa, sedangkan pemerintah dan Pemerintah Daerah tidak atau belum menjalankan amanat UU.SPN No.20/2003, pasal 49 ( 1), yang berbunyi: " dana pendidikan selain gaji pendidik dan biaya pendidikan kedinasan dialokasikan minimal 20 persen dari Anggaran Pendapatan dan belanja Negara ( APBN) pada sektor pendidikan dan minimal 20 persen dari Anggaran Pendapatan Belanja daerah ( APBD ) , kenyataan yang terjadi anggaran 20 persen dari APBN saja belum jelas, apalagi pemerintah daerah masih jauh, sekarang masih bersandar kepada pemerintah pusat (APBN), JELASNYA BILA 20 PERSEN DARI APBN DAN 20 PERSEN DARI APBD, BENAR-BENAR DIALOKASIKAN DENGANEFEKTIF KHUSU UNTUK KEGIATAN ROSES PENDIDIKAN, DIYAKINI KUALITAS AKAN LEBIH BAIK, APALAGI DANA BOS HARUS DILUAR KOMPONEN INI, DAN ilustrasi perhitungan agar pendidikan benar-benar bisa gratis mendekati 90 persen, dan kualitas akan meningkat drastis apabila perhitungan dana BOS minimal untuk SEKOLAH DASAR SEBESAR RP ANATARA RP 85.000 - 125.000/ SISWA/ BULAN DAN UNTUK SMP MINIMAL 145.000 - 175.000 / SISWA / BULAN, mari kta berhitung denganefektif kalau benar mau mendapatkan pendidikan gratis yang berkualitas sepanjang masa, terus menerus dan berkesinambungan ( tidak tergantung pada pejabat yang sedang menjabat, artinya biarpun berganti npejabat program dan kebijakan tidak berubah menjadi lebih buruk)

Simpulan: Perlu penjaminan mutu ujian tertulis masuk sekolah terutama pada jenjangSMA, utnuk jenjang SMP seharusnya tidak ada ujian tulis masuk SMP, kedua pendidikan gratis seharusnya bila pemerintah, pemerintah daerah belum mampu ( hitung sebelum berucap ), strateginya tidak / atau hindari dulu program gratis komprehensif karna hal ini akan menjadi harapan adan tuntan masyarakat oleh sebab itu lakukan pendidikan gratis secara bertahap, dan dengan sistem silang, yang miskin benar-benar gratis total, yang menengah bisa gratis 75 persen dan yang kaya gratis 25 persen dari kebutuhan baiaya personal, dan yang terpenting juga gratis dari biaya pembelian buku sumber yang sanagt mahal bayangkan untuk SMP setiap semester rerata pembelian buku dari sekolah lebih kurang mencapai RP 350.000,- ( SMP ) , sedangkan SD bisa mencapai antara RP 150.000 - RP 200.000,-, yang terakhir usahakan pendidikan bebas nilai terutama nilai politik kuantitatif... semoga wassalam